Motivasi Menulis

Pengertian Ilmu Ushul Fiqih

A. Pengertian
Ushul fiqh berasal dari bahasa Arab Ushul al-Fiqh yang terdiri dari dua kata yaitu al-Ushul dan al-Fiqh. Masing-masing kata itu memunyai pengertian tersendiri.

Al-Ushul
Kata al-Ushul, adalah jamak (plural) dari kata al-Ashl, menurut bahasa berarti “landasan tempat membangun sesuatu”. Menurut istilah, seperti dikemukakan Wahbah az-Zuhaili, guru besar Universitas Damaskus, kata al-ashl mengandung beberapa pengertian : 
Bermakna dalil seperti dalam : “dalil wajibnya shalat adalah Al-Qur’an dan Sunnah”,
Bermakna kaidah umum yaitu satu ketentuan yang bersifat umum yang berlaku pada seluruh cakupannya, seperti pada contoh: “Islam dibangun di atas lima kaidah umum”,
Bermakna al-rajih (yang lebih kuat dari beberapa kemungkinan) seperti dalam contoh : “pengertian yang lebih kuat dari suatu perkataan adalah pengertian hakikatnya”,
Bermakna asal’ tempat menganalogikan sesuatu yang merupakan salah satu dari rukun qiyas. Misalnya: khamar merupakan asal’ (tempat mengkiyaskan) narkotika, dan
Bermakna sesuatu yang diyakini bilamana terjadi keraguan dalam satu masalah. Misalnya, seseorang yang meyakini bahwa ia telah berwudhu, kemudian ia ragu apakah wudhunya sudah batal, maka dalam hal ini ketetapan fikih mengatakan “yang diyakini adalah keadaan ia dalam keadaan berwudhu”. Artinya, dalam hal tersebut yang dipegang adalah sesuatu yang diyakini itu.
Demikian beberapa pengertian kata al-ashlu yang populer dalam literatur-literatur keislaman. Pengertian al-ashlu yang dimaksud, bila dihubungkan dengan kata fikih adalah pengertian yang disebut pertama di atas, yaitu dengan makna al-dalil. Dalam pengertian ini, maka kata Ushul al-Fiqh berarti dalil-dalil fikih, seperti Al-Qur’an, Sunnah Rasulullah, ijma’, qiyas, dan lain-lain.

Al-Fiqh
Kata kedua yang membentuk istilah Ushul al-Fiqh adalah kata al-fiqh. Kata al-fiqh menurut bahasa berarti pemahaman. Contohnya, firman Allah dalam menceritakan sikap kaum Nabi Syu’aib dalam ayat:

.



Mereka berkata: “Hai Syu’aib, kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu kakatakan itu dan sesungguhnya kami benar-benar melihat kamu seorang yang lemah di antara kami … (QS. Hud/11:91) 

Menurut istilah, al-fiqh dalam pandangan az-Zuhaili, terdapat beberapa pendapat tentang definisi fiqh. Abu Hanifah mendefinisikannya sebagai: “Pengetahuan diri seseorang tentang apa yang menjadi haknya, dan apa yang menjadi kewajibannya”, atau dengan kata lain, pengetahuan seseorang tentang apa yang menguntungkan dan apa yang merugikannya. Definisi yang diajukan Abu Hanifah ini sejalan dengan keadaan ilmu pengetahuan keislaman di masanya, di mana belum ada pemilihan antara ilmu fikih dalam pengertian yang lebih khusus dengan ilmu-ilmu keislaman lainnya. Oleh sebab itu, sesuai dengan pengertian fikih yang disebutkannya itu, istilah fikih mempunyai pengertian umum, mencakup hukum yang berhubungan dengan akidah seperti kewajiban beriman dan sebagainya, ilmu akhlak, dan hukum-hukum yang berhubungan dengan amal perbuatan manusia, seperti hukum ibadah, dan mu’amalah. Setelah masa Abu Hanifah, masing-masing ilmu telah mengambil namanya tersendiri sebagai disiplin ilmu. Maka ada yang disebut ilmu tauhid yang membahas masalah akidah, ada pula yang dikenal sebagai ilmu akhlak atau tasawuf, dan ada pula yang disebut ilmu fikih yang khusus membahas hokum-hukum yang berhubungan dengan amal perbuatan manusia. Ketika masing-masing ilmu telah memunyai disiplin ilmu tersendiri, maka kalangan pengikut Abu Hanifah (kalangan Hanafiyah) menambah kata “amalan” di akhir definisi tersebut, sehingga dengan itu definisi fikih berarti: “Pengetahuan diri seseorang tentang hak dan kewajibannya dari segi amal perbuatan”. Dengan adanya tambahan tersebut, maka kata fikih tidak lagi mencakup selain hukum-hukum yang berhubungan dengan amal perbuatan manusia.

Ulama yang dating kemudian, seperti Ibnu Subki dari kalangan Syafi’iyah mendefinisikannya sebagai “Pengetahuan tentang hukum syara’ yang berhubungan dengan amal perbuatan, yang digali dari satu per satu dalilnya”.

Kata al-‘ilmu (pengetahuan) secara umum  mencakup pengetahuan secara yakin dan pengetahuan yang sampai ke tingkata zhan (perkiraan). Namun yang dimaksud dengan kata al-‘ilmu dalam definisi tersebut adalah pengetahuan yang sampai ke tingkata zhan atau asumsi. Fikih adalah hukum Islam yang tingakt kekuatannya hanya sampai ke tingkat zhan, karena ditarik dari dalil-dalil yang dzanny. Bahwa hukum fikih itu adalah zhanny sejalan pula dengan kata “al-muktasab” dalam definisi tersebut yang berarti “diusahakan” yang mengandung pengertian adanya campur tangan akal pikiran manusia dalam penarikannya dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Oleh karena itu, pengetahuan tentang hukum Islam yang tidak dicampuri oleh akal pikiran manusia, dalam Ushul Fiqh tidak disebut sebagai fikih. Misalnya pengetahuan tentang kewajiban melaksanakan shalat lima waktu, kewajiban menunaikan zakat, dan haji. Hal-hal yang sudah pasti seperti itu kekuatan hukumnya bersufat pasti (qath’iy).

Seperti dikemukakan dari masing-masing kata di atas, yang dimaksud dengan kata al-ashl di sini adalah dengan makna dalil. Atas dasar itu, istilah Ushul Fiqh berarti dalil-dalil fikih, seperti Al-Qur’an, Sunnah, ijma’, qiyas, dan lain-lain.

Sebagaimana bagi satu disiplin ilmu, Ushul Fiqh dipandang sebagai satu kesatuan, tanpa melihat kepada pengertian satu-persatu dari dua kata yang membentuknya. Dalam mendefinisikannya terdapat berbagai redaksi di kalangan para ahlinya. ‘Abdullah bin ‘Umar al-Baidawi (w.685 H), ahli Ushul Fiqh dari kalangan Syafi’iyah mendefinisikannya sebagai: “Pengetahuan tentang dalil-dalil fikih secara global, cara mengistimbatkan (menarik) hukum dari dalil-dalil itu, dan tentang hal ihwal pelaku istinbat”.

*Diambil dari Makalah Ilmu Fiqihku 

Labels: Ilmu Fiqih, islam, pelajaran

Thanks for reading Pengertian Ilmu Ushul Fiqih. Please share...!

0 Komentar untuk "Pengertian Ilmu Ushul Fiqih"

Back To Top