-->
Motivasi Menulis

Masalah Stres

Masalah Stres - Stres adalah suatu bentuk gangguan emosi yang disebabkan adanya tekanan yang tidak dapat diatasi oleh individu. Di sekolah siswa mungkin mengalami stres saat hubungannya dengan temannya tidak bisa berjalan baik, atau saat mereka menghadapi ujian. Sering terjadi siswa atau mahasiswa ditekan terus-menerus untuk menyelesaikan tugas-tugas dalam waktu yang semakin sedikit. Stres terjadi jika seseorang dihadapkan pada periswatia yang mereka rasakan sebagai mengancam kesehatan fisik dan psikologisnya. Peristiwa-peristiwa tersebut disebut stresor, dan reaksi orang terhadap peristiwa tersebut dinamakan respon stres. Stres yang berlanjut dapat menimbulkan gangguan emosi yang menyakitkan seperti kecemasan dan depresi.

masalh stres


Stres bisa disebabkan oleh beberpa faktor, sperti keinginan yang bertentangan, peristiwa traumatis, peristiwa yang tidak bisa dikendalikan, peristiwa yang tidak bisa diprakirakan, peristiwa di luar batas kemampuan, dan konflik internal sering sebagai sumber stres seseorang. Atkinson, dkk. (1998) menyatakan bahwa sumber stres yang paling jelas adalah peristiwa traumatis, seperti situasi bahaya ekstreem yang berada di luar kemampuan manusia, misalnya; bencana alam, seperti gempa bumi dan banjir; bencana buatan manusia; seperti perang; dan kecelakaan nuklir; kecelakaan yang mengerikan, seperti tabrakan mobil atau pesawat terbang; penyerangan fisik, seperti pemerkosaan, atau upaya pembunuhan.

Konseli yang mengalami stres ringan dan sedang masih bisa dibantu konselor dengan konseling, tetapi bila stres yang dideritanya kategori berat, maka kosnelor harus merujuk (mereferal) kepada psikiater. Kasus stres berat membutuhkan penanganan medis dan layanan psikoterapi.

Pengertian Konseling

Pengertian Konseling - Shertzer dan stone, setelah menyitir delapan definisi konseling secara kronologis, sampai menemukan beberapa perbedaan sangat jelas di antara definisi-definisi, yang disadur, sebagai berikut:

Pengertian Konseling

  1. Definsi yang mula-mula, awal, memberi penekanan pda hal ikhwal kognitif (melakukan penafsiran fakta-fakta) sedangkan definisi trbaru menekankan pengalaman afektif (memberi makna pribadi bagi tingkah laku) di samping dimensi-dimensi kognitif.
  2. Definisi-definisi awal memperkenalkan konseling sebagai hubungan "empat mata" (Satupersatu) sedangkan definisi mutakhir lazim mengacu pada adanya lebih dari dua konseling.
  3. semua definisi menegaskan bahwa konseling adalah suatu proses. Proses (sejumlah fenomena yang menunjukkan perubahan terus menerus sepanjang waktu) menegaskan bahwa konseling bukanlah suatu kejadian tuggal melainkan melibatkan tindakan-tindakan beruntun dan berlangsung maju-berkelanjutan ke arah suatu tujuan.
  4. Definisi-definisi umumnya menetapkan bahwa konseling adalah suatu saling hubungan dan bahwa hubungan itu ditandai oleh kehangatan, suasana pembolehan (permissiveness), pemahaman, penerimaan, dan sebagainya.
  5. Beberapa definisi melukiskan pula para partisipan: konselor sebagai seorang profesional atau sebagai lebih "dewasa" atau sebagai lebih matang atau memiliki pengetahuan khusus; klien sebagai bermsalah, mengalami kecemasan, merasa terganggu, atau mengalami frustasi.
  6. Sebagian besar definisi menunjukkan bahwa pengaruh, hasil, konseling adalah peningkatan atau perubahan tingkah laku.

Pengertian Konseling Behavioristik

Istilah konseling behavioristik berasal dari istilah bahasa inggris Behavioral Counseling, yang untuk pertama kali digunakan oleh John D. Krumboltz  (1964), untuk menggarisbawahi bahwa konseling diharapkan menghasilkan perubahan yang nyata dalam perilaku konseling (Counselee behavior), Krumboltz  adalah promator utama dalam  menerapkan pendekatan behavioristik terhadap konseling, meskipun dia melanjutkan suatu aliran yang sudah dimulai sejak tahun 1950, sebagai reaksi terhadap corak konseling yang memandang hubungan antarpribadi (personal relationship), antara konselo dan konseling sebagai komponen yang mutlak diperlakukan dan sekaligus cukup untuk memberikan bantuan psikologis kepada seseorang. Aliran baru ini memerlukan bahwa hubungan antara pribadi itu tidak dapat diteliti secara ilmiah, sedangkan perubahan nyata dalam perilaku konseling memungkinkan dilakukan penelitian ilmiah. Tokoh-tokoh seperti Dollard dan Miller (1950), Wolpe (1958), Lazarus (1958), dan Eysenck (1952) meletakkan dasar aliran baru ini, yang akhirnya dipromosikan sebagai pendekatan baru terhadap konseling dan kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh tokoh-tokoh seperti Thoresen (1966), Bandura (1969), Goldstein (1966), Lazarus (1966), Yates (1970) serta Dustin dan George (1977). Dalam bukunya Counseling Methods (1976) Krumboltz dan Thoresen sudah tidak menggunakan istilah Behavioral Counseling karena mereka menganggap kesadaran akan perlunya perubahan dalam perilaku konseling sudah tertanam dalam kalangan para ahli psikoterapi dan konseling.

Tokoh Behaviorisme


Teori Behavior berkembang dari laboratorium yang terjadi pada tahun 1920-an dan 1930-an, sebagai reaksi ketidakmampuan para ahli untuk mengukur dan mengevaluasi hasil dari pendekatan psikonalisis dalam memberi terapi. Behavior therapy lebih menempatkan perubahan psikologis dan intervensi dalam konteks pendidikan atau belajar daripada obat (medicine), menekankan kebutuhan untuk prediksi, mengukur hasil berdasarkan atas keadaan yang dapat diobservasi, serta objektif dan variabel-variabel yang dapat diukur.

Teori Behavior dapat dibedakan menjadi dua pendekatan dasar, yaitu behavirism (dari Watson, Skinner, dan yang lain) dan pendekatan cognitive-behavioral. Behavior adalah sesuatu yang dipelajari dari situasi dan lingkungan, bukan dari dalam diri organisme. Karena semua perilaku dipelajari maka perilaku juga dapat tidak dipelajari. Karena organisme tidak mempunyai kontrol terhadap perilaku dari dalam maka tidak ada self-determination dan manusia dapat dimanipulasi. Values, Feeling, dan berfikir pun dilupakan (ignored), hanya perilaku yang nyata dapat diobservasi. Behaviorism tidak melihat pada faktor internal. Walaupun pendekatan behavioral berbeda-beda, 

Ada beberapa hal yang dapat dikemukakan sebagai keadaan yang umum :
a.       Lebih menekankan pengaruh pada waktu sekarang daripada penentu historis mengenai perilaku
b.      Menekankan pada observasi perubahan perilaku yang tampak sebagai kriteria evaluasi dari treatment.
c.       Menetukan tujuan treatment secara kongkrit, objektif, dan terapi reflikasi.
d.      Mengembangkan basic research sebagai sumber hipotesis tentang treatment dan teknik terapi.
e.       Tentukan masalah dalam terapi secara spesifik maka treatment dan poengukuran dapat dilaksanakan.

Perubahan dalam perilaku itu harus diusahakan melalui suatu proses belajar (learning) atau belajar kembali (relearning), yang berlangsung selama proses konselin. Oleh karena itu proses konselin dipandang sebagai suatu proses pendidikan (an educational process), yang terpusat pada usaha membantu dan kesediaan dibantu untuk belajar perilaku baru dan dengan demikian mengatasi berbagai macam permasalahan. Perhatian difokuskan pada perilaku-perilaku tertentu untuk dapat diamati (observable), yang selama proses konselin melalui prosedur-prosedur dan tehnik-tehnik tertentu akhirnya menghassilkan perubahan yang nyata,yang juga dapat disaksikan dengan jelas. Usaha-usaha untuk mendatangkan perubahan dalam tingkah laku (Behavior change) didasarkan pada teori belajar yang dikenal dengan nama Behaviorisme dan sudah dikembangkan sebelum lahir aliran pendekatan Behavioristik dalam konselin mengenal banyak variasi dalam prosedur, metode, dan tehnik yang diterapkan. Meskipun demikian, pelopor-pelopor pendekatan Behaviouristik pada dasrnya berpegang pada keyakinan bahwa banyak perilaku manusia merupaka suatu hasil proses belajar dan, karena itu, dapat diubah dengan belajar baru. Dengan demikian, proses konseling pada dasranya pun dipandang sebagai suatu proses belajar.

Layanan Instrumen Bimbingan dan Konseling

       Ada beberapa pertimbangan yang perlu mendapat perhatian para konselor dalam penerapan instrumental bimbingan dan konseling. Antara lain adalah :

a.       Instrumen yang dipakai haruslah yang sahih dan terandalkan. Pemilihan  instrumen yang akan dipergunakan didasarkan atas ketepatan kegunaan dan  tujuan yang hendak dicapai. Dalam hal ini Anastasi (1992) mengingatkan  bahwa keefektifan penggunaan instrumen dalam konseling tergantung pada  ketepatan pilihan instrumen yang akan dipakai berkenaan dengan individu (yang akan mengikuti tes) dan permasalahan yang sedang ditangani.  Konselor dituntut memiliki wawasan yang memadai tentang kegunaan berbagai instrumen dalam kaitannya dengan karakteristik individu dan berbagai permasalahan.

Bimbingan konseling


b.      Pemakai instrumen (dalam hal ini konselor) bertanggung jawab atas pemilihan instrumen yang akan dipakai (misalnya tee), monitoring pengadministrasiannya dan skoring, penginterpretasian skor dan penggunaannya sebagai sumber informasi bagi pengambilan keputusan tertentu (Anastasi, 1992). Adakalanya pemakai instrumen tidak mampu mengambil seluruh tanggung jawab tersebut; maka ia memerlukan penyelia ataupun konsultan. Dalam hal ini diingatkan oleh Anastasia bahwa instrumen hanyalah alat; baik-buruknya instrumen itu sebagai alat tergantung pada pemakaiannya.

c.       Pemakaian instrumen, misalnya, harus dipersiapkan secara matang, bukan hanya persiapan instrumennya saja, tetapi persiapan klien yang akan mengambil tes itu. klien hendaknya memahami tujuan dan kegunaan tes itu dan bagaimana kemungkinan hasilnya. Bagi klien-klien yang secara khusus meminta tes, perlu diungkapkan mengapa ia merasa perlu di tes. Lebih jauh, klien itu juga dipersiapkan untuk menerima hasil tes sebagaimana adanya. Apabila hasil ternyata baik, bagaimana reaksi klien dan apa yang akan dilakukannya? Sebaliknya, apabila hasilnya ternyata tidak sebaik yang diharapkan, bagaimana pula reaksinya? Konselor perlu memperoleh kejelasan tentang alasan klien, dan apakah alasan yang dikemukakan itu dapat diterima. Konselor juga perlu membimbing klien agar nantinya dapat menerima hasil tes secara positif dan dinamis. Kalau hasilnya baik klien tidak menjadi sombong atau besar kepala, dan apabila hasilnya jelas tidak menjadi kecewa atau putus asa. Hasil apa pun yang dicapai hendaknya diterima sebagaimana adanya, dan menjadi pendorong bagi klien untuk berbuat dan berusaha lebih baik lagi untuk mencapai hasil yang lebih tinggi.

d.      Perlu diingat bahwa tes atau instrumen apa pun hanya merupakan salah satu sumber dalam rangka memahami individu secara lebih luas dan dalam. Oleh karena itu pemahaman terhadap klien hendaknya tidak hanya didasarkan atas  data tunggal, yang dihasilkan oleh tes semata-mata, melainkan harus dilengkapi dengan data lain dari sumber-sumber yang relevan sehingga gambaran tentang klien lebih bersifat komprehensif dan bermakna. Dalam kaitan ini, Mortensen & Schmuller (1976) mengingatkan bahwa kesalahankesalahan yang sering dilakukan oleh para petugas bimbingan dan konseling dimasa lampau adalah memaksakan pemahaman tingkah laku individu hanya berdasarkan pada hasil tes tunggal semata-mata, tanpa memahami secara menyeluruh keadaan individu itu dalam batas-batas perkembangan individualnya.

e.        Ada dan dipergunakannya berbagai instrumen lainnya bukanlah syarat mutlak bagi pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling. Tes dan berbagai instrumen itu sekedar alat bantu. Seperti telah dikemukakan di atas pemahaman tentang klien dan permasalahannya dapat dilaksanakan melalui wawancara dan dialog mendalam. Oleh karena itu, kekurangan ataupun ketiadaan instrumen hendaknya tidak merupakan penghambat bagi pelaksanaan bimbingan dan konseling (lihat kembali “kesalahpahaman tentang instrumentasi BK” pada Bab III). 

Perkembangan Kepribadian


Perkembangan manusia dalam psikoanalitik merupakan suatu gambaran yang sangat teliti dari proses perkembangan psikososial dan psikoseksual, mulai dari lahir sampai dewasa. Dalam teori Freud setiap manusia harus melewati serangkaian tahap perkembangan dalam proses menjadi dewasa. Tahap-tahap ini sangat penting bagi pembentukan sifat-sifat kepribadian yang bersifat menetap. Menurut Freud, kepribadian orang terbentuk pada usia sekitar 5-6 tahun, meliputi beberapa tahap yaitu tahap oral, tahap anal, tahap halik, tahap laten, dan tahap genital.

ilustrasi perkembangan kepribadian


Freud yakin “Anak adalah ayah manusia” adalah menarik menentukan preferensi kuat pada penjelasan genetik atas tingkah laku orang dewasa semacam itu, Sementara Freud sendiri jarang menyelidiki anak-anak kecil secara langsung. Ia lebih suka melakukan menyelidiki struksi tent ang kehidupan masa silam seseorang berdasarkan evidensi yang terdapat dalam ingatan-kenangannya di masa dewasa.
Kepribadian berkembang sebagai respon terhadap empat sumber tegangan pokok, yaitu (a) proses pertumbuhan fisiologis, (b) frustasi-frustasi, (c) konflik-konflik, dan (d) ancaman-ancaman. Sebagai akibat langsung dari meningkatnya ketegangan yang ditimbulkan oleh sumber-sumber ini, sang pribadi  terpaksa mempelajari cara-cara baru mereduksikan tegangan. Proses belajar inilah yang dimaksudkan dengan perkembangn kepribadian.
Identifikasi dan pemindahan (displacement) adalah dua cara yang digunakan individu untuk belajar mengatasi frustrasi-frustrasi, konflik-konflik, dan kecemasan-kecemasan.
Identifikasi dapat didefinisikan sebagai metode yang digunakan orang untuk mengambil alih ciri-ciri orang lain dan menjadikanya bagian yang tak terpisahkan dari kribadiannya sendiri. Freud lebih suka memakai istilah identifikasi daripada imitasi karena ia berpendapat bahwa imitasi mengandung arti sejenis peniruan tingkah laku yang bersifat dangkal dan sementara padahal ia menginginkan suatu kata yang mengandung pengertian tentang sejenis pemerolehan (acquisition) yang kurang lebih bersifat permanen kepada kepribadian.
Identifikasi juga merupakan cara dengan mana orang dapat memperoleh kembali suatu objek yang telah hilang. Dengan mengidentifikasikan diri dengan orang terkasih yang telah meninggal atau terpisah, maka orang yang telah hilang itu dijelamakan kembali dalam bentuk ciri tertentu yang meresap atau melekat pada kepribadian seseorang. Identifikasi  semacam ini merupakan dasar pembentukan superego.
Struktur final kepribadian merupakan akumulasi berbagai identifikasi yang dilakukan pada berbagai masa kehidupan seseorang, kendati ibu dan ayah mungkin merupakan tokoh-tokoh identifikasi terpenting dalam kehidupan seseorang.
Pemindahan objek asli yang dipilih instink tidak dapat dicapai karena adanya rintangan baik dari luar maupun dari dalam (anti-kateksis), maka suatu represi yang kuat. Apabila kateksis yang baru itu juga terhalang, maka akan terjadi pemindahan lain, demikian seterusnya sampai ditemukan objek yang mampu untuk mereduksikan tegangan habis, dan segera dicari lagi suatu objek tujuan yang cocok. Sepanjang rangkaian pemindahan yang banyak dan yang merupakan perkembangan kepribadian, sumber dan tujuan instink tetap, hanya objeknya yang berubah-ubah.
Minat-minat, keterikatan-keterikatan dan semua bentuk lain motif-motif yang diperoleh tetap bertahan karena gagal memberikan kepuasan yang sempurna. Setiap kompromi sekaligus adalah penolakan. Seseorang melepaskan sesuatu yang sesungguhnya diinginkannya tetapi tidak dapat dimilikinya, dan menerima sesuatu yang kedua atau ketiga terbaik yang dapat dimilikinya (Hall, 1954). Freud mengemukakan bahwa perkembangan peradaban di mungkinkan oleh pengekangan terhadap pemilihan-pemilihan objek primitive serta pengalihan energy instink ke saluran-saluran yang dapat diterima oleh masyarakat dan secara cultural kreatif. Suatu pemindahan yang menghasilkan prestasi kebudayaan yang lebih tinggi disebut sublimasi.
Arah yang ditempuh pemindahan ditentukan oleh dua faktor. Faktor-faktor ini adalah (a) kemiripan objek pengganti dengan objek aslinya, dan (b) sanksi-sanksi dan larangan-laranganyang diterapkan masyarakat.
  1. Tahapan-tahapan Perkembangan
Anak melewati serangkaian tahap yang secara dinamis berlainan selama lima tahun pertama kehidupan, kemudian suatu periode lima atau eman tahun berikutnya periode-laten-dinamika tersebut kurang lebih menjadi stabil. Dengan datangnya masa adolesen, dimanika itu muncul lagi kemudian secara bertahap menjadi tenang ketika remaja memasuki dewasa. Bagi Freud tahun-tahun pertama kehidupan yang hanya beberapa itu memiliki peranan yang menentukan bagi pembentukan kepribadian. Masing-masing tahap perkembangan selama lima tahun pertama ditentikan oleh cara-cara reaksi suatu zona tubuh tertentu.
a. Tahap Oral
Sumber kenikmatan pokok yang berasal dari mulut adalah makan. Dua macam aktivitas oral  ini, yaitu menelan makanan dan mengigit, merupakan prototipe bagi banyak ciri karakter yang berkembang di kemudian hari. Karena tahap oral ini berlangsung pada saat bayi sama sekali tergantung pada ibunya untuk memdapatkan makanan, pada saat dibuai, dirawat dan dilindungi dari perasaan yan   g tidak menyenangkan, maka timbul perasaan-perasaan tergantung pada masa ini. Frued berpendapat bahwa simtom ketergantungan yang paling ekstrem adalah keinginan kembali ke dalam rahim.

b. Tahap Anal
Setelah makanan dicernakan, maka sisa makanan menumpuk di ujung bawah dari usus dan secara reflex akan dilepaskan keluar apabila tekanan pada otot lingkar dubur mencapai taraf tertentu. Pada umur dua tahun anak mendapatkan pengalaman pertama yang menentukan tentang pengaturan atas suatu impuls instingtual oleh pihak luar. Pembiasaan akan kebersihan ini dapat mempunyai pengaruh yang sangat luas terhadap pembentukan sifat-sifat dan nilai-nilai khusus.  Sifat-sifat kepribadian lain yang tak terbilang jumlahnya konon sumber akarnya terbentuk dalam tahap anal.
c. Tahap Phalik
Selama tahap perkembangan kepribadian ini yang menjadi pusat dinamika adalah perasaan-perasaan seksual dan agresif berkaitan dengan mulai berfungsinya organ-organ genetikal. Kenikmatan masturbasi serta kehidupan fantasi anak yang menyertai aktivitas auto-erotik membuka jalan bagi timbulnya kompleks Oedipus.  Freud memandang keberhasilan mengidentifikasikan kompleks Oedipus sebagai salah satu temuan besarnya.
Freud mengasumsikan bahwa setiap orang secara inheren adalah biseksual, setiap jenis tertarik pada anggota sejenis maupun pada anggota lawan jenis. Asumsi tentang biseksualitas ini disokong oleh penelitian terhadap kelenjar-kelenjar endokrin yang secara agak konklusif menunjukkan bahwa baik hormon seks perempuan terdapat pada masing-masing jenis. Timbul dan berkembangnya kompleks Oedipus dan kompleks kastrasi merupakan peristiwa-peristiwa pokok selama masa phalik dan meninggalkan serangkaian bekas dalam kepribadian.
d. Tahap Latensi
Masa ini adlah periode tertahannya dorongan-dorongan seks agresif. Selama masa ini anak mengembangkan kemampuannya bersublimasi ( seperti mengerjakan tugas-tugas sekolah, bermain olah raga, dan kegiatan lainya). Tahapan latensi ini antara usia 6-12 tahun (masa sekolah dasar)
e. Tahap Genital
Kateksis-kateksis dari masa-masa pragenital bersifat narsisistik. Hal ini berarti bahwa individu mendapatkan kepuasan dari stimulasi dan manipulasi tubuhnya sendiri sedangkan orang-orang lain dikateksis hanya karena membantu memberikan bentuk-bentuk tambahan kenikmatan tubuh bagi anak. Selama masa adolesen, sebagian dari cinta diri atau narsisisme ini disalurkan ke pilihan-pilihan objek yang sebenarnya.
Kateksis-kateksis pada tahap-tahap oral, anal, dan phalik lebur dan di sistensiskan dengan impuls-impuls genital. Fungsi biologis pokok dari tahap genital tujuan ini dengan memberikan stabilitas dan keamanan sampai batas tertentu.

Pengertian Instrumen | Bimbingan Konseling

     Pengertian instrumen dalam lingkup evaluasi didefinisikan sebagai perangkat untuk mengukur hasil belajar siswa yang mencakup hasil belajar dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotor.

Bentuk instrumen dapat berupa tes dan non tes. Instrumen bentuk tes mencakup : tes uraian (uraian objektif dan uraian bebas), tes pilihan ganda, jawaban singkat, menjodohkan, benar-salah, unjuk kerja (performance test), dan portofolio. Instrumen bentuk non tes mencakup: wawancara, angket dan pengamatan(observasi).

Pola 17 Plus


 Sebelum instrumen digunakan hendaknya dianalisis terlebih dahulu. Dua karakteristik penting dalam menganalisis instrumen adalah validitas dan reliabilitasnya.

Instrumen dikatakan valid (tepat, absah) apabila instrumen digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Instrumen untuk mengukur kemampuan matematika siswa sekolah dasar tidak tepat jika digunakan pada siswa Sekolah menengah. Dalam hal ini sasaran kepada siapa instrumen itu ditujukan merupakan salah satu aspek yang harus dipertimbangkan dalam menganalisis validitas suatu instrumen. Aspek lainnya misalnya kesesuaian indikator dengan butir soal, penggunaan bahasa, kesesuaian dengan kurikulum yang berlaku, kaidah-kaidah dalam penulisan butir soal dsb.

 Apa yang terjadi jika panjang meja diukur dengan menggunakan karet? Tentu hasil pengukuran akan berbeda pada situasi yang berbeda karena karet sifatnya elastis sehingga hasil pengukuran akan berbeda walaupun objek yang diukur sama. Dalam hal ini alat ukur yang digunakan dalam mengukur meja dikatakan tidak tepat (valid) dan tidak konsisten (reliabel). Suatu instrumen dikatakan reliabel (ajeg, konsisten) apabila instrumen tersebut digunakan pada situasi yang berbeda hasil pengukuran relatif stabil.

Dinamika Kepribadian

Materi dibawah ini merupakan kelanjutan dari materi Psikoanalisa Konseling yang saya posting kemarin, dan kali ini tentang dinamika kepribadian.

--- Dinamika Kepribadian -------

Freud memandang organisme manusia sebagai sistem energi yang kompleks. Berdasarkan doktrin konservasi energi bahwa energi berubah dari energy fisiologis ke energi psikis atau sebaliknya. Freud berpendapat bahwa apabila energy digunakan dalam kegiatan psikologis seperti berfikir, maka energi itu merupakan energi psikis. Titik tumpu atau jembatan antara energi jasmaniah dengan energi kepribadian adalah id dan instink-instinknya. Instink-instink ini meliputi seluruh energy yang digunakan oleh ketiga struktur kepribadian (id, ego, dan superego) untuk menjalankan fungsinya. Dinamika kepribadian terkait dengan proses pemuasan instink, pendistribusian energy psikis dan dampak dari ketidakmampuan ego untuk mereduksi ketegangan pada saat bertransaksi dengan dunia luar yaitu kecemasan (anxiety).



a. Instink
Instink merupakan kumpulan hasrat atau keinginan (wishes). Tujuan dari instink-instink adalah mereduksi ketegangan (tension reduction) yang dialami sebagai suatu kesenangan.
Freud mengklasifikasikan instink ke dalam dua kelompok, yaitu:
  1. Instink hidup (life instink : eros). Instink hidup merupakan motif dasar manusia yang mendorongnya untuk bertingkah laku secara positif atau konstruktif, berfungsi untuk melayani tujuan manusia agar tetap hidup dan mengembangkan rasanya. Energy yang bertanggung jawab bagi instink hidup adalah libido. Libido ini bersumber dari erotogenic zones yaitu bagian-bagian tubuh yang sangat peka terhadap rangasangan seperti: bibir/mulut, dubur dan organ seks).
  2. Instink mati (death instink : thanatos). Instink ini merupakan motifasi dasar manusia yang mendorongnya untuk bertingkah laku yang bersifat negative atau destruktif. Freud meyakini bahwa manusia dilahirkan dengan mambawa dorongan untuk mati (keadaan tak barnyawa = inanimate state). Pendapat ini didasarkan kepada prinsip konstansi dari Fechner yaitu bahwa proses kehidupan itu cenderung kembali kepada dunia yang anorganis. Kenyataan manusia akhirnya mati, oleh karena itu tujuan hidup adalah mati. Hidup itu sendiri tiada lain hanya perjalanan kearah mati.  Dia beranggapan bahwa instink ini merupakan sisi gelap dari kehidupan manusia.
Instink mempunyai empat macam karakteristik, yaitu : (a) sumber (source): kondisi rangsangan jasmaniah atau needs, (b) tujuan (aim): menghilangkan rangsangan jasmaniah atau mereduksi ketegangan, sehingga mencapai kesenangan dan terhindar dari rasa sakit, (c) objek (object): meliputi benda atau keadaan yang berada di lingkungan yang dapat memuaskan kebutuhan, termasuk kegiatan untuk memperoleh objek tersebut, (d) mendorong/pergerakan (impetus): kekuatan yang bergantung pada intensitas (besar-kecilnya) kebutuhan.
Sumber dan tujuan instink bersifat tetap, sedangkan objek dan penggerak sering berubah-berubah. Apabila energi instink digunakan untuk mensubstitusi objek yang tidak asli, maka tingkah laku yang dihasilkannya disebut instink derivative.
b. Pendistribusian dan penggunaan Energi Psikis.
Dinamika kepribadian merujuk kepada cara kepribadian berubah atau  berkembang melalui pendistribusian dan penggunaan energi psikis, baik oleh id, ego, maupun superegoengha. Id menggunakan energi ini untuk memperoleh kenikmatan (pleasure principle) melalui (1) gerakan refleksi dan (2) proses primer (menghayal atau berfantasi). Mekanisme atau proses pengalihan energi dari id ke ego atau dari id ke superego disebut identifikasi. Ego menggunakan energi untuk keperluan (1) memuaskan dorongan atau instink melalui proses sekunder, (2) meningkatkan perkembangan aspek-aspek psikologi, (3) mengekang menangkal id agar tidak bertindak impulsive atau irasional dan (4) menciptakan integrasi di antara ketiga sistem kepribadian dengan tujuan terciptanya keharmonisan dalam kepribadian, sehingga dapat melakukan transaksi dengan dunia luar secara efektif. Seperti halnya ego, superego memperoleh  energy itu melalui identifikasi.
Oleh karena itu dalam proses pendistribusian energy itu terjadi persaingan antara ketiga komponen kepribadian, maka suasana konflik diantara ketiganya tidak dapat dielakan lagi. Disamping itu ada kemungkinan, ego mendapat tekanan yang begitu kuat, baik dari id maupun superego.
1. Konflik
Freud berasumsi bahwa tingkah laku manusia merupakan hasil dari rentetan konflik internal yang terus menerus. Konflik (peperangan) antara id, ego, superego adalah hal yang bisa (rutin). Feurd menyakini bahwa konflik-konflik itu bersumber kepada dorongan-dorongan seks dan agresif.
Konflik sering terjadi secara tidak disadari. Walaupun tidak disadari, konflik tersebut dapat melahirkan kecemasan (anxiety). Kecemasan ini dapat dilacak dari kekhawatiran ego akan dorongan id yang tidak dapat di kontrol, sehingga melahirkan suasana yang mencekam/mengerikan. Setiap orang berusaha untuk membebaskan diri dari kecemasan ini yang dalam usahanya sering menggunakan mekanisme pertahanan ego.
2.Kecemasan
Kecemasan mempunyai peranan sentral dalam teori psikoanalisis, kecemasan digunakan oleh ego sebagai  isyarat adanya bahaya yang mengancam. Perasaan terjepit dan terancam disebut kecemasan (anxiety). Perasaan ini berfungsi sebagai ego bahwa ketika dia bertahan sambil tetap mempertimbangkan kelangsungan hidup organism, dia sebenarnya sedang berada dalam bahaya.
3. Mekanisme Pertahanan Ego.
Mekanisme pertahanan ego merupakan proses mental yang bertujuan untuk mengurangi kecemasan dan dilakukan melalui dua karakteristik khusus  yaitu : (1) tidak disadari dan (2) menolak, memalsukan atau mendistorsi (mengubah) kenyataan. Mekanisme pertahanan ini dapat juga diartikan sebagai reaksi-reaksi yang tidak disadari dalam upaya melindungi diri dari emosi atau perasaan yang menyakitkan seperti cemas dan perasaan bersalah. Ego berusaha sekuat mungkin menjaga kestabilan hubungannya dengan realitas, id dan superego. Namun kecemasan begitu menguasai, ego harus berusahan mempertahankan diri. Secara tidak sadar, dia akan bertahan dengan cara memblokir seluruh dorongan-dorongan atau menciutkan dorongan-dorongan tersebut menjadi wujud yang lebih dapat diterima atau tidak terlalu mengancam.
Jenis-jenis mekanisme pertahanan ego itu adalah sebagai berikut.
  1. Represi
Represi merupakan proses penekanan dorongan-dorongan ke alam tak sadar, ka, orang atau karena mengancam keamanan ego. Anna Freud mengartikan pula sebagai “melupakan yang bermotivasi”, adalah ketidakmampuan untuk mengingat kembali situasi, orang atau peristiwa yang menakutkan. Represi merupakan mekanisme pertahanan dasar yang terjadi ketika memori, pikiran atau perasaan (kateksis objek = id) yang menimbulkan kecemasan ditekan keluar dari kesadaran oleh antikateksis (ego). Orang  cenderung  merepres keinginan atau hasrat yang apabila dilakukan dapat menimbulkan perasaan bersalah (guilty feeling) dan konflik yang menimbulkan rasa cemas atau merepres memori (ingatan) yang meyakitkan.
2. Projeksi
Projeksi merupakan pengendalian pikiran, perasaan, dorongan diri sendiri kepada orang lain. Dapat juga diartikan sebagai mekanisme perubahan kecemasan neurotik dan moral dengan kecemasan realistik. Anna freud mengatakan projeksi sebagai penggantian kea rah luar atau kebalikan dari melawan diri sendiri, mekanisme ini meliputi kecendrungan untuk melihat hasrat anda yang tidak bisa diterima oleh orang lain. Projeksi memungkinkan orang untuk mengatakan dorongan yang mengancamnya dengan menyamarkanya sebagai pertahanan diri. Projeksi bertujuan untuk mengurangi pikiran atau perasaan yang menimbulkan kecemasan.
3. Pembentukan Reaksi  (Reaction Formation).
Pembentukan reaksi atau reaksi formasi ialah suatu mekanisme pertahanan ego yang mengantikan suatu impuls atau perasaan yang menimbulkan kecemasan dengan lawan atau kebalikannya dalam kesadarannya (Hall dan Gardner). Dapat juga di artikan pergantian sikap dan tingka laku dengan sikap dan tingkah laku yang berlawanan. Bertujuan untuk menyembunyikan pikiran dan perasaan yang dapat menimbulkan kecemasan. Mekanisme ini biasanya ditandai dengan sikap atau perilaku yang berlebihan atau bersifat kompulsif, biasanya dari perasaan yang negatif ke positif meskipun kadang-kadang terjadi dari negatif ke positif. Dalam hal ini Freud berpendapat bahwa laki-laki yang suka mencemoohkan homoseksual merupakan ekspresi dari perlawanannya akan dorongan-dorongan homoseksual dalam dirinya sendiri.
4. Pemindahan Objek (Displacement)
Displacement adalah suatu mekanisme pertahanan ego yang mengarahkan energi kepada objek atau orang lain apabila objek asal atau orang yang sesungguhnya, tidak bisa dijangkau,  Corey (2003:19). Menurut Poduska (2000:119) displacement ialah mekanisme pertahanan ego dengan mana anda melepaskan gerak-gerik emosi yang asli, dan sumber pemindahan ini dianggap sebagai suatu target yang aman. Mekanisme pertahanan ego ini, melimpahkan kecemasan yang menimpa seseorang kepada orang lain yang lebih rendah kedudukannya.lebih lanjut dikatakan pemindahan objek ini merupakan proses pengalihan perasaan (biasanya rasa marah) dari objek (target) asli ke objek pengganti. Contohnya: seorang pegawai yang dimarahi atasannya di kantor, pada saat pulang dia membanting pintu dan marah-marah pada anaknya.
5. Faksasi
Faksasi  ini  merupakan  mekanisme  yang memungkinkan orang mengalami kemandegan dalam perkembangannya, karena cemas untuk melangkah   ke perkembangan berikutnya. Faksasi ini bertujuan   untuk   menghindari dari    situasi-situasi   baru   yang   dipandang  berbahaya atau mengakibatkan   frustasi. Contohnya   anak  usia 7 tahun masih ngeisap jempol dan belum berani berpergaian tanpa ibunya.
6. Regresi
Regresi adalah kembali ke masa-masa  di mana seseorang mengalami tekanan psikologis. Kerika kita menghadapi kesulitan   atau  ketakutan, perilaku   kita  sering menjadi kekanak-kanakan atau primitif.   Dapat   dikatakan   pula    pengulangan   kembali    tingkah laku yang cocok bagi tahap perkembangan atau usia sebelumnya (perikaku kekanak-kanakan). Contohnya seorang yang baru pensiun    akan   berlama-lama  duduk  di  kursi  goyang  dan  bersikap  seperti  anak-anak,   serta menggantungkan hidupnya pada isntrinya.

7. Rasionalisasi
Rasionalisasi merupakan penciptaan kepalsuan (alas an-alasan) namun dapat masuk akal sebagai upaya pembenaran tingkah laku yang tidak dapat diterima.  Menurut     Berry (2001:82), rasionalisasi ialah mencari pembenaran atau alasan bagi prilakunya, sehingga manjadi lebih bisa diterima oleh ego daripada alasan yang sebenarnya. Rasionalisasi ini terjadi apabila individu mengalami kegagalan dalam memenuhi kebutuhan, dorongan atau keinginannya. Dia mempersepsikan kegagalan tersebut sebagai kekuatan yang mengancam keseimbangan psikisnya (menimbulkan rasa cemas).
8. Sublimasi
Sublimasi adalah mengubah berbagai rangsangan yang tidak diterima, apakah itu dalam bentuk seks, kemarahan, ketakutan atau bentuk lainnya, ke dalam bentuk-bentuk yang bisa diterima secara sosial. Dengan kata lain sublimasi ini merupakan pembelotan atau penyimpangan libido seksual kepada kegiatan yang secara sosial lebih dapat diterima. Dalam banyak cara, sublimasi  merupakan mekanisme yang sehat, karena energi seksual berada di bawah kontrol sosial. Bagi Freud seluruh bentuk aktivitas positif dan kreatif aadalah sublimasi, terutama sublimasi hasrat seksual.
9. Identifikasi
Identifikasi merupakan proses memperkuat harga diri (self-esteem) dengan membentuk suatu persekutuan (aliansi) nyata atau maya dengan orang lain, baik seseorang maupun kelompok. Identifikasi ini juga merupakan satu cara untuk mereduksi ketegangan. Identifikasi ini dilakukan kepada orang-orang yang dipandang sukses atau berhasil dalam hidupnya. Identifikasi dengan penyerangan adalah bentuk introjeksi yang terfokus pada pengadopsian, bukan dari segi umum atau positif, tapi dari sisi negatif.

Pengertian Psikoanalisa Konseling

Psikoanalisa merupakan suatu metode penyembuhan yang bersifat psikologis dengan cara-cara fisik. Psikoanalisa jelas terkait dengan tradisi jerman yang menyatakan bahwa pikiran adalah entitas yang aktif, dinamis dan bergerak dengan sendirinya. Selain itu, psikoanalisis tidak lahir dari penelitian akademis, sebagaimana sistem-sistem lain, namun merupakan produk konsekuensi terapan praktik klinis. Penyusunan obeservasi yang dilakukan freud bertujuan untuk menyusun berbagai pendekatan-pendekatan terapi yang sangat dibutuhkan. Formulasi-formulasi inilah yang diperluas ke teori psikodinamika perkembangan kepribadian yang bergantung pada pengurangan ketegangan.
Psikoanalisis merupakan psikologi ketidaksadaran. Perhatiannya teruju kearah bidang motivasi, emosi, konflik, simpton-simpton neurotik, mimpi-mimpi, dan sifat-sifat karakter. Psikoanalisis dahulu lahir bukan dari psikologi melainkan dari kedokteran, yakni kedokteran bidang sakit jiwa. Tokoh utama psikoanalisa ialah Sigmund Freud. Pada mulanya Freud mengembangkan teorinya tentang struktur kepribadian dan sebab-sebab gangguan jiwa. Manusia pada hakekatnya bersifat biologis, dilahirkan dengan dorongan-dorongan instingtif, dan perilaku merupakan fungsi mereaksi secara mendalam terhadap dorongan-dorongan tersebut. Manusia bersifat tidak rasional, tidak sosial, dan destruktif terhadap dirinya sendiri dan orang lain. Konsep Freud yang anti rasionalisme menekankan motivasi tidak sadar, konflik, dan simbolisme sebagai konsep primer. Manusia pada hakekatnya bersifat biologis, dilahirkan dengan dorongan-dorongan instingtif, dan perilaku merupakan fungsi mereaksi secara mendalan terhadap dorongan-dorongan itu. Manusia bersifat tidak rasional dan tidak sosial, dan destruktif terhadap dirinya dan orang lain. Energi psikis yang paling dasar disebut libido yang bersumber dari dorongan seksual yang terarah kepada pencapaian kesenangan.



Dalam membantu menyembuhkan masalah-masalah mental freud menggunakan prosedur yang inovatif yang dinamakan psikoanalisis. Penggunaan psikoanalisis memerlukan interaksi verbal yang cukup lama dengan pasien untuk menggali pribadinya yang lebih dalam. Banyak buku yang telah di tulis freud, dan dari teori freud ini memiliki beberapa kelemahan terutama dalam hal-hal berikut :
  1. Ketidaksadaran (uniconsciousness) amat berpengaruh terhadap prilaku manusia. Pendapat ini menunjukan bahwa manusia menjadi budak dirinya sendiri.
  2. Pengalaman masa kecil sangat menentukan atau berpengaruh terhadap kepribadian masa dewasa. Ini menunjukan bahwa manusia dipandang tidak berdaya untuk mengubah nasibnya sendiri.
  3. Kepribadian manusia terbentuk berdasarkan cara-cara yang ditempuh untuk mengatasi dorongan-dorongan seksualnya. Ini menunjukan bahwa dorongan yang lain dari individu kurang diperhatikan.
Menurut Freud kepribadian menyangkut tiga hal yaitu:
1.      Struktur Kepribadian
Semua teori kepribadian menyepakti bahwa manusia, seperti binatang lain, dilahirkan dengan sejumlah insting dan motifasi. Insting yang paling dasar ialah tangisan. Ketika lahir tentunya kekuatan motifasi dalam diri tentunya belum dipengaruhi oleh dunia luar.kekuatan ini bersifat mendasar dan individual.
Frued membagi struktur kepribadian kedalam tiga komponen, yaitu id, ego, dan superego. Prilaku seseorang merupakan hasil dari interaksi antara ketiga komponen tersebut.
  1.  Id (Das Es)
Id berisikan motifasi dan energy positif dasar, yang sering disebut insting atau stimulus. Id berorientasi pada prinsip kesenangan (pleasure principle) atau prinsip reduksi ketegangan, yang merupak sumber dari dorongan-dorongan biologis (makan, minum, tidur, dll) Prinsip kesenangan merujuk pada pencapaian kepuasan yang segera, dan id orientasinya bersifat fantasi (maya). Untuk memperoleh kesengan id menempuh dua cara yaitu melalui reflex dan proses primer, proses primer yaitu dalam mengurangi ketegangan dengan berkhayal.
       2. Ego (Das Ich)
Peran utama dari ego adalah sebagai mediator (perantara) atau yang menjembatani anatar id dengan kondisi lingkungan atau dunia luar dan berorintasi pada prinsip realita (reality principle). Dalam mencapai kepuasan ego berdasar pada proses sekunder yaitu berfikir realistic dan berfikir rasional. Dalam proses disebelumnya yaitu proses primer hanya membawanya pada suatu titik, dimana ia mendapat gambaran dari benda yang akan memuaskan keinginannya, langkah selanjutnya adalah mewujudkan apa yang ada di das es dan langkah ini melalui proses sekunder. Dalam upaya memuaskan dorongan, ego sering bersifat prakmatis, kurang memperhatikan nilai/norma, atau bersifat hedonis.
Hal yang perlu diperhatikan dari ego adalah :
  1. Ego merupakan bagian dari id yang kehadirannya bertugas untuk memuaskan kebutuhan id.
  2. Seluruh energy (daya) ego berasal dari id
  3. Peran utama memenuhi kebutuhan id dan lingkungan sekitar
  4. Ego bertujuan untuk mempertahankan kehidupan individu dan pengembanbiakannya.
3. Super Ego (Das Uber Ich)
Super ego merupak cabang dari moril atau keadilan dari kepridadian, yang mewakili alam ideal daripada alam nyata serta menuju kearah yang sempurna yang merupakan komponen kepribadian terkait dengan sytandar atau norma masyarakat mengenai baik dan buruk, benar dan salah. Dengan terbentukny super ego berarti pada diri individu telah terbentuk kemampuan untuk mengontrl dirinya sendiri (self control) menggantikan control dari orang tua (out control). Fungsi super ego adalah sebagai berikut :
  1. Merintangi dorongan-dorongan id, terutama dorongan seksual dan agresif
  2. Mendorong ego untuk mengantikan tujuan-tujuan relistik dengan tujuan-tujuan moralistic.
  3. Mengejar kesempurnaan. (perfection)
Back To Top