Karakter Keyakinan Religius - Kecenderungan
religius mendorong manusia melakukan berbagai upaya, sekalipun dengan
mengorbankan perasaan individualistis dan naluriahnya. Terkadang manusia
mengorbankan jiwanya dan kedudukan sosialnya untuk kepentingan agamanya. Hal
ini dapat terjadi hanya bila idealnya sudah mencapai tingkat kesucian dan
sepenuhnya mengendalikan eksistensinya. Hanya kekuatan religiuslah yang dapat
membuat suatu ideal menjadi suci, dan membuat ideal tersebut memiliki otoritas
terhadap manusia.
Memang,
sering orang mengorbankan jiwanya, hartanya dan semua yang dicintainya bukan
untuk kepentingan ideal atau keyakinan religius apa pun, melainkan karena
ditekan oleh rasa benci, dengki, dendam atau karena reaksi keras terhadap rasa
tertindas. Kasus-kasus seperti ini lumrah terjadi di seluruh penjuru dunia.
Namun,
antara ideal religius dan ideal non-religius ada bedanya. Karena keyakinan
religius dapat membuat suatu ideal menjadi suci, maka untuk kepentingan
keyakinan tersebut dilakukan berbagai pengorbanan secara ikhlas dan naluriah.
Tugas yang ditunaikan dengan ikhlas memperlihatkan suatu pilihan, namun tugas
yang ditunaikan karena pengaruh tekanan jiwa yang mengusik, berarti suatu
ledakan. Jadi jelaslah, antara keduanya ada perbedaan yang besar.
Selanjutnya,
kalau konsepsi manusia mengenai dunia bersifat material semata dan dasarnya
hanyalah realitas yang kasat mata, maka dia melihat segala bentuk idealisme
sosial dan manusiawi bertentangan dengan realitas kasat mata dan hubungannya
dengan dunia yang dirasakannya pada saat tertentu.
Psikolog
yang sekaligus Filosof Amerika awal abad ke-20, William James, berkata:
"Hasil
dari konsepsi persepsional hanyalah egoisme, bukan idealisme. Idealisasi tidak
akan sampai melewati batas fantasi jika dasarnya adalah konsepsi mengenai dunia
yang hasil logisnya adalah ideal yang bersangkutan. Manusia harus membentuk
dunia gagasannya sendiri, yang terbentuk dari realitas-realitas yang ada di
dalam dirinya, dan hidup bahagia dengan dunia gagasannya tersebut. Namun
demikian, jika idealisme lahir karena keyakinan religius, maka idealisme
tersebut dasarnya adalah konsepsi mengenai dunia, yang hasil logisnya mendukung
ideal sosial. Keyakinan religius adalah semacam hubungan mesra antara manusia dan
dunia, atau dengan kata lain semacam keselarasan antara manusia dan ideal
universal. Sebaliknya, keyakinan non-religius dan ideal adalah semacam
pencampakan dunia kasat mata untuk membangun dunia imajiner yang sama sekali
tidak mendapat dukungan dari dunia kasat mata tersebut."
Keyakinan
religius bukan saja menetapkan bagi manusia sejumlah tugas, terlepas dari
kecenderungan naluriahnya, namun juga sepenuhnya mengubah pandangannya tentang
dunia. Dalam struktur pandangannya ini, dia mulai melihat unsur-unsur baru.
Dunia yang kering, dingin, mekanis dan material itu diubah menjadi dunia yang
hidup. Keyakinan religius mengubah kesan manusia mengenai alam semesta. William
James berkata:
"Dunia
yang ditampilkan oleh pemikiran religius bukan saja dunia material ini yang
sudah berubah bentuknya, namun juga meliputi banyak aspek yang tak dapat
dibayangkan oleh seorang materialis." (Psychoanalysis and Religion, hal.
508)
Selain
itu, setiap manusia mempunyai fitrah untuk mempercayai kebenaran dan realitas
spiritual yang menarik. Manusia memiliki banyak kemampuan terpendam yang siap
ditumbuh-kembangkan. Semua kecenderungannya sifatnya non-material.
Kecenderungan spiritual yang dimiliki oleh manusia sifatnya fitri, bukan hasil
dari upaya. Ini merupakan fakta yang didukung oleh ilmu pengetahuan.
William
James berkata:
"Kalau
benar alasan dan pendorong kita adalah dunia material ini, namun mengapa
sebagian besar hasrat dan kecenderungan kita tidak sesuai dengan kalkulasi
material. Ini menjelaskan bahwa sebenarnya alasan dan pendorong kita adalah
dunia metafisis." (Psychoanalysis and Religion, hal. 508. New York, 1929)
Mengingat
kecenderungan spiritual memang ada, maka kecenderungan ini harus
ditumbuh-kembangkan dengan baik dan saksama. Kalau tidak, bisa-bisa
kecenderungan ini menyimpang dari jalan yang benar, dan akibatnya adalah
kerugian yang tak mungkin dapat ditutup.
Psikolog
yang lain, Erich Fromm, mengatakan:
"Tak
ada manusia yang tidak membutuhkan agama dan tidak menghendaki batas bagi
orientasinya dan subjek bagi masa lalunya. Manusia sendiri boleh jadi tidak
membedakan antara keyakinan religius dan keyakinan non-religiusnya, dan boleh
jadi percaya bahwa dirinya tak beragama. Boleh jadi dia memandang fokusnya
kepada tujuan yang kelihatannya nonreligius, seperti harta, tahta atau
kesuksesan, sebagai semata-mata isyarat perhatiannya kepada urusan praktis dan
upaya untuk mewujudkan kesejahteraannya sendiri. Yang menjadi masalah bukanlah
apakah manusia beragama atau tidak beragama, melainkan apa agama yang
dianutnya." (Psychoanalysis and Religum, hal. 508)
Yang
dimaksud oleh psikolog ini adalah, bahwa manusia tidak dapat hidup tanpa
menyucikan dan mencintai sesuatu. Kalau yang diakui dan disembahnya bukan
Allah, dia pasti mengakui sesuatu sebagai realitas yang absolut, dan pasti
menjadikannya sebagai objek keyakinan dan pemujaannya. Mengingat manusia
membutuhkan ideal dan keyakinan, dan berdasarkan naluri dia berupaya
mendapatkan sesuatu yang boleh jadi disucikan dan dipujanya, maka satu-satunya
jalan adalah meningkatkan keyakinan religius kita, yang merupakan satu-satunya
keyakinan yang benar-benar dapat mempengaruhi manusia.
Al-Qur'an
Suci merupakan Kitab pertama yang menggambar-kan keyakinan religius sebagai
semacam harmoni antara manusia dan alam semesta.
Apakah
mereka mencari sesuatu selain agama Allah? Namun kepada-Nya tunduk patuh apa
yang ada di langit dan di bumi. (QS. Ali 'Imran: 83)
Al-Qur'an
Suci juga menyebutkan bahwa keyakinan religius merupakan bagian dari fitrah
manusia.
Maka
hadapkanlah wajahmu kepada agama yang lurus. Yaitu fitrah di mana Allah telah
mendptakan manusia menurut fitrah itu. (QS. ar-Rum: 30)
Labels:
Ilmu Pendidikan Islam,
islam
Thanks for reading Karakter Keyakinan Religius. Please share...!
0 Komentar untuk "Karakter Keyakinan Religius"