Definisi dan Arti Penting Ideologi - Apakah ideologi itu, dan bagaimana
definisinya? Perlukah manusia sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat
untuk mengikuti mazhab dan mempercayai ideologi? Apakah keberadaan ideologi
diperlukan oleh orang seorang atau masyarakat? Sebelum menjawab
pertanyaan-pertanyaan ini, perlu adanya mukadimah.
Definisi dan Arti Penting Ideologi |
Ada dua macam aktivitas manusia:
yang menyenangkan dan yang politik. Aktivitas yang menyenangkan adalah
aktivitas yang dilakukan manusia untuk mendapatkan kesenangan atau untuk
melepaskan diri dari kepedihan yang terjadi akibat pengaruh langsung nalurinya,
karakter pembawaan atau kebiasaannya (yang juga merupakan kecenderungan yang
terbentuk akibat lingkungan atau pengalaman dan sudah menjadi naluri, dan bukan
karakter bawaan). Misal, kalau orang merasa haus, dia akan mengambil segelas
air, bila dia melihat binatang penyengat, dia akan mengambil langkah seribu,
dan kalau dia merasa ingin merokok, dia akan menyalakan rokok.
Perbuatan seperti itu sesuai dengan
keinginan manusia dan berhubungan langsung dengan kesenangan dan kesedihan. Perbuatan
yang menyenangkan membuat manusia tertarik untuk melakukannya, sedangkan
perbuatan yang menyedihkan menjauhkan manusia dari perbuatan seperti itu.
Politik merupakan aktivitas, yang aktivitas itu sendiri tidak menarik dan juga
tidak menjijikkan. Naluri manusia atau karakter fitrinya tidak mendorong
manusia untuk melakukan aktivitas seperti itu dan juga tidak menjauhkannya dari
aktivitas seperti itu.
Manusia melakukan aktivitas seperti
itu atau menghindari aktivitas seperti itu atas dasar kehendaknya sendiri
karena dia merasa berkepentingan untuk melakukan aktivitas seperti itu atau
tidak melakukan aktivitas seperti itu. Dengan kata lain, dalam kasus ini
penyebab utama dan kekuatan yang mendorong manusia untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu adalah kepentingannya dan bukan kesenangan. Yang mendorong
manusia untuk memperoleh kesenangan adalah nalurinya, sedangkan yang mendorong
manusia untuk melakukan kepentingannya adalah akal. Kesenangan merangsang
hasrat, sedangkan kepentingan membangkitkan kehendak. Manusia memperoleh
kesenangan dari perbuatan yang menyenangkan ketika melakukan perbuatan itu.
Namun manusia tidak memperoleh kesenangan dari perbuatan politik, sekalipun
mungkin dia merasa bahagia karena merasa melakukan sesuatu yang dalam jangka
panjang benar dan baik bagi dirinya. Ada perbedaan antara perbuatan yang
mendatangkan kesenangan dan perbuatan yang tidak mendatangkan kesenangan dan
mungkin justru menimbulkan kesulitan, meskipun manusia mungkin melakukannya
dengan suka hati. Perbuatan politik tidak mendatangkan kesenangan, karena
tidak memberikan hasil langsung. Namun demikian, perbuatan politik memberikan
kepuasan. Kesenangan dan kesulitan lazim dialami oleh manusia dan binatang.
Namun kebahagiaan dan ketidakbahagiaan serta kepuasan dan kekecewaan hanya
dialami oleh manusia. Begitu pula, menghasratkan sesuatu hanya terjadi pada
manusia. Kepuasaan, kekecewaan dan berkeinginan merupakan fungsi-fungsi mental.
Ketiga hal ini hanya ada dalam wilayah pikiran manusia, bukan dalam wilayah
persepsi inderawi.
Telah kami sebutkan bahwa manusia
melakukan perbuatan politik dengan bantuan akalnya dan pengendalian dirinya.
Sebaliknya, perbuatan yang mendatangkan kesenangan dilakukan oleh manusia atas
perintah perasaan dan kecenderungannya. Maksud dari perbuatan yang dilakukan
atas perintah akal adalah bahwa kemampuan akal dalam mengkalkulasi melihat
adanya manfaat, kesenangan atau kesempurnaan, menemukan cara untuk
memperolehnya, yang terkadang boleh jadi melelahkan, dan kemudian berencana
mendapatkannya. Arti dari melakukan perbuatan dengan bantuan pengendalian diri
adalah bahwa manusia memiliki kemampuan yang menjadi sifatnya. Peran kemampuan
ini adalah melakukan tindakan yang direstui oleh akal. Tindakan ini boleh jadi
terkadang bertentangan dengan kecenderungan naluriahnya. Naluri muda seorang
pelajar mengajaknya makan, minum, bersukaria, tidur dan bersetubuh, namun
pikirannya yang tajam mengingatkannya tentang akibat buruk dari
perbuatan-perbuatan ini dan mendorongnya untuk tetap jaga, bekerja keras dan
untuk tidak memperturutkan kata hati untuk hidup mewah dan untuk tidak
memperturutkan hawa nafsu. Pada masa ini manusia lebih suka mengikuti ajakan akal,
karena menguntungkan dirinya, dan lebih suka mengabaikan ajakan nalurinya yang
hanya menunjukkan kesenangan saja. Begitu pula, pasien tak suka minum obat yang
pahit rasanya, namun dia tetap saja harus minum obat karena perintah akalnya
yang memberikan petunjuk yang benar atau karena kekuatan kehendaknya yang dapat
mengatasi kecenderungan naluriahnya.
Semakin kuat akal dan kehendak,
semakin kuat kendalinya atas naluri, sekalipun kecenderungannya menghendaki
sebaliknya. Dalam melakukan aktivitas politiknya, manusia pada setiap tahap
mempraktikkan teori atau rencana. Semakin maju akal dan kehendak seseorang,
semakin bersifat politik aktivitasnya, bukannya bersifat kesenangan. Semakin
dekat dia dengan cakrawala sisi hewaninya, aktivitasnya semakin bersifat kesenangan
bukannya politik, karena aktivitas yang bersifat mencari kesenangan kebanyakan
merupakan aktivitas hewaniah.
Kita juga melihat binatang yang
aktivitas tertentunya diarahkan untuk mencapai tujuan jangka panjang, seperti
membuat sarang, migrasi, kawin dan reproduksi. Namun binatang tersebut melakukan
aktivitas ini secara tidak sadar dan bukan karena pilihannya sendiri yang
diambil setelah menentukan apa yang ingin dicapainya dan cara pencapaiannya.
Sebaliknya, binatang tersebut melakukan aktivitas ini atas dasar ilham naluriah
dari luar dirinya.
Mungkin saja ruang lingkup aktivitas
politik manusia berkembang sehingga mencakup beberapa aktivitas kesenangan.
Karena itu semua aktivitas manusia, sejauh mungkin, harus direncanakan dengan
matang sehingga aktivitas kesenangan juga ada manfaatnya di samping sebagai
kesenangan. Setiap aktivitas naluriah yang menanggapi perintah naluri,
hendaknya mematuhi perintah akal juga. Kalau dalam aktivitas politik juga ada
aktivitas kesenangan, dan jika aktivitas kesenangan menjadi bagian dari rencana
politik umum kehidupan, maka naluri akan selaras dengan akal dan hasrat akan
selaras dengan kehendak. Karena aktivitas politik berkisar pada seputar tujuan
jangka panjang, tentu saja aktivitas ini membutuhkan perencanaan, metode dan
pemilihan sarana untuk mencapai tujuan. Mengingat aktivitas ini ada segi
individualistisnya, karena direncanakan oleh para induvidu untuk kepentingan
dirinya, maka akal individulah yang menetapkan metode dan sarananya. Tentu
saja, pilihan ditentukan oleh pengetahuan, informasi dan kemampuan menilainya.
Kendatipun aktivitas politik manusia
penting sekali bagi sisi manusiawinya, namun aktivitas itu saja, apa pun
kualitasnya, belumlah cukup untuk memberikan karakteristik manusiawi kepada
semua aktivitasnya. Memang akal, pengetahuan dan perencanaan merupakan separo
dari sisi manusiawi manusia, namun belum memadai untuk memberikan karakteristik
manusiawi kepada aktivitas manusia. Aktivitas manusia baru dapat disebut
manusiawi kalau sesuai dengan kecenderungan yang lebih tinggi, di samping
rasional dan didasarkan pada kesadaran, atau setidaknya tidak bertentangan
dengan kecenderungan yang lebih tinggi itu. Kalau tidak, maka aktivitas
kriminal pun terkadang perencanaan dan pelaksanaannya sangat bagus. Rencana
imperialis yang jahat menunjukkan fakta ini. Dalam Islam, rencana atau upaya
yang dibuat untuk mencapai tujuan material dan hewani yang tidak sesuai dengan
kecenderungan manusiawi dan religius dianggap buruk dan jahat. Bagaimanapun
juga, aktivitas politik tidak manusiawi. Kalau aktivitas tersebut sifatnya
hewani, maka jauh lebih berbahaya danpada aktivitas yang murni kesenangan.
Misal, binatang, untuk mengisi perutnya, mencabik-cabik binatang lain atau
manusia. Namun manusia yang dapat berhitung dan berencana, maka untuk mencapai
tujan yang sama dia menghancurkan banyak kota dan membantai berjutajuta orang
tak berdosa.
Pertanyaan apakah tujuan yang
diusulkan oleh akal cukup atau tidak cukup untuk memenuhi kepentingan para
individu, kita kesampingkan. Dengan kata lain, kita kesampingkan pertanyaan
mengenai batas efektivitas akal para individu dalam menentukan kepentingannya
masing-masing. Namun, bagaimanapun juga, tak ada keraguan bahwa kemampuan
berpikir diperlukan dan bermanfaat untuk membuat perencanaan hidup yang parsial
dan terbatas. Dalam hidupnya, manusia menghadapi banyak problem seperti memilih
teman, memilih bidang pendidikan, memilih pasangan hidup, memilih pekerjaan,
bepergian, perilaku dalam masyarakat, rekreasi, aktivitas yang bajik, melawan praktik
tidak bermoral dan jahat, dan seterusnya. Untuk semua ini, manusia tentu saja
perlu berpikir dan membuat perencanaan. Semakin keras berpikir, semakin besar
kemungkinannya untuk sukses. Dalam beberapa kasus dia bahkan perlu bantuan
pikiran dan pengalaman orang lain (prinsip konsultasi). Dalam semua kasus ini
manusia membuat perencanaan dan kemudian melaksanakannya.
Namun demikian, pertanyaan yang
masih mengganjal adalah, apakah pada skala yang lebih luas manusia mampu
membuat perencanaan umum yang meliputi semua problem kehidupan pribadinya dan
yang dapat diterapkan pada segala situasi, atau dia hanya mampu menangani
beberapa kasus tertentu dan skalanya juga terbatas, dan apakah meliputi segala
situasi dan menjamin kesuksesan di segala hal berada di luar kemampuan akal
manusia.
Kita tahu bahwa beberapa filosof
mempercayai teori "mampu memenuhi kebutuhan sendiri". Mereka
mengklaim menemukan jalan untuk bahagia dan tidak bahagia, dan dapat hidup
bahagia dengan hanya bersandar pada kehendak dan kekuatan pikir mereka sendiri.
Kita juga tahu bahwa tak dapat ditemukan dua filosof yang, berkenaan dengan
jalan ini, pendapatnya satu.
Kebahagiaan itu sendiri, yang
menjadi tujuan final, termasuk dalam hal-hal yang sangat mendua, sekalipun
konsepsi mengenai kebahagiaan sekilas tampak sangat jelas. Masih belum jelas
apa sebenarnya kebahagiaan dan apa saja yang mewujudkan kebahagiaan. Manusia
sendiri dan kemampuannya belum diketahui. Sepanjang manusia belum diketahui,
mana mungkin kita dapat mengetahui apa sebenarnya kebahagiaan dan bagaimana
memperoleh kebahagiaan?
Lagi pula, manusia adalah makhluk
sosial. Kehidupan sosialnya membawa beribu-ribu problem bagi dirinya yang tak
dapat dipecahkannya. Biar bagaimanapun tugasnya haruslah jelas. Mengingat
manusia adalah makhluk sosial, maka kebahagiaannya, aspirasinya, standar baik
dan buruknya, jalan hidupnya, pilihannya akan sarana hidup, jalin berkelindan
dengan kebahagiaan sesama manusia, aspirasi mereka, standar baik dan buruk
mereka, jalan hidup mereka dan pilihan mereka akan sarana hidup. Manusia tidak
dapat memilih jalannya tanpa bergantung pada sesamanya. Manusia harus mencari
kebahagiaannya di jalan yang membawa masyarakat ke kebahagiaan dan
kesempurnaan.
Jika mempertimbangkan masalah roh
yang abadi, dan akal yang tidak memiliki pengalaman dengan kehidupan akhirat,
maka problemnya menjadi jauh semakin sulit. Kini di sini terlihat kebutuhan
akan mazhab, ideologi, teori umum atau sistem yang komprehensif dan harmonis,
yang tujuan pokoknya adalah ke-sempurnaan manusia dan kebahagiaan bagi semua.
Sistem ini harus memerinci prinsip-prinsip pokok, berbagai metode, apa yang
boleh dan tidak boleh dilakukan, perbuatan baik dan buruk, tujuan dan sarana,
tuntutan dan pemecahannya, tanggung jawab dan kewajiban. Juga harus menjadi sumber
yang mendorong semua individu untuk menjalankan kewajiban.
Sejak awal, atau setidaknya sejak
perkembangan kehidupan sosial melahirkan begitu banyak perselisihan,[1]
manusia membutuhkan ideologi atau, dalam terminologi Al-Qur'an disebut dengan
"syariat". Waktu berlalu, dan manusia semakin maju, kebutuhan ini pun
kian kuat. Di masa dahulu, kecenderungan rasial, kebangsaan dan kesukuan
menguasai masyarakat-masyarakat manusia, seperti misalnya semangat kebersamaan.
Semangat ini kemudian melahirkan serangkaian ambisi—sekalipun tidak
manusiawi—yang memper-satukan masing-masing masyarakat, dan memberinya
orientasi tertentu. Sekarang kemajuan ilmu pengetahuan dan akal telah
melemahkan ikatan-ikatan seperti ini. Watak ilmu pengetahuan adalah cenderung
kepada individualisme, melemahkan sentimen dan ikatan yang didasarkan pada
sentimen. Juga hanyalah sebuah filsafat hidup yang rasional yang dipilih secara
sadar, atau dengan kata lain sebuah ideologi yang komprehensif dan sempurna,
yang dapat mempersatukan umat manusia dewasa ini atau malah umat manusia di
masa depan, memberinya orientasi, ideal bersama dan standar bersama untuk
menilai mana yang benar dan mana yang salah.
Dewasa ini, lebih daripada
sebelumnya, manusia membutuhkan filsafat hidup seperti itu, sebuah filsafat
yang mampu menarik perhatiannya kepada realitas di luar para individu dan di
luar kepentingan mereka. Fakta bahwa mazhab atau ideologi merupakan salah satu yang
dibutuhkan dalam kehidupan sosial, tak lagi diragukan.
Kini pertanyaannya adalah: Siapa
yang dapat merumuskan ideologi seperti itu? Tak pelak lagi, akal para individu
tak dapat merumuskannya. Dapatkah akal kolektif merumuskannya? Dapatkah
manusia, dengan menggunakan segenap pengalamannya serta informfei lama dan
barunya, merumuskan ideologi seperti itu? Kalau kita akui bahwa manusia tidak
mengenal dirinya sendiri, maka mana mungkin kita berharap dia mengenal
masyarakat manusia dan kesejahteraan sosial. Lantas harus bagaimana? Kalau saja
konsepsi kita tentang alam semesta benar, dan kita percaya bahwa dunia memiliki
sistem yang seimbang dan tak ada yang tak beres atau tak masuk akal pada dunia,
maka harus kita akui bahwa mesin kreatif yang hebat ini memperhatikan masalah
besar ini dan sudah memerinci skema pokok sebuah ideologi dari cakrawala yang
berada di atas cakrawala akal manusia, yaitu dari cakrawala wahyu (prinsip
kenabian). Kerja akal dan ilmu pengetahuan adalah mengikuti skema ini.
Dengan bagus Ibnu Sina mengemukakan
masalah ini ketika menguraikan kebutuhan umat manusia terhadap hukum Tuhan
(syariat) yang diturunkan melalui seorang manusia. Dalam Kitab-nya
"Najat", dia berkata:
"Nabi dan penjelas hukum Tuhan
serta ideologi jauh lebih dibutuhkan bagi kesinambungan ras manusia, dan bagi
pencapaian manusia akan kesempumaan eksistensi manusiawinya, ketimbang
tumbuhnya alls mata, lekuk tapak kakinya, atau hal-hal lain seperti itu, yang
paling banter bermanfaat bagi kesinambungan ras manusia, namun tidak perlu
sekali."
Dengan kata lain, mana mungkin mesin
kreatif yang hebat ini, yang kebutuhan kecil dan sepele pun bahkan
diperhatikannya, tidak memperhatikan kebutuhan yang sangat penting ini?
Namun jika kita tidak memiliki
konsepsi yang benar mengenai alam semesta, kita dapat mengambil gagasan yang
menyebutkan bahwa manusia sudah digariskan nasibnya untuk kebingungan dan
salah, dan bahwa ideologi manusiawi tak lebih daripada rekreasi atau upaya yang
menarik. Pembahasan di atas bukan saja menjelaskan kebutuhan akan adanya mazhab
atau ideologi, namun juga memperlihatkan perlunya para individu mengikuti
mazhab atau ideologi.
Sesungguhnya, arti dari mengikuti
ideologi adalah meyakini ideologi tersebut, sedangkan keyakinan tidak dapat
dipaksakan, juga tidak dapat dipandang sebagai masalah praktis. Orang dapat
saja dipaksa tunduk kepada sesuatu, namun ideologi tidak menuntut ketundukan.
Yang dituntut ideologi adalah keyakinan. Ideologi adalah untuk diterima dan
dimengerti. Ideologi yang bermanfaat harus didasarkan pada konsepsi ten tang
dunia yang dapat meyakinkan akal dan memupuk pikiran, dan harus mampu menangkap
sasaran yang menarik dari konsepsinya tentang alam semesta. Keyakinan dan
semangat merupakan dua unsur dasar dari agama. Kedua unsur ini secara bersama-sama
membentuk ulang dunia.
Namun ada beberapa pertanyaan yang
harus dibahas secara ringkas. Kalau ada kesempatan yang lebih baik,
pertanyaan-pertanyaan ini akan dibahas dengan terperinci.
Labels:
Ilmu Pendidikan Islam,
islam
Thanks for reading Definisi dan Arti Penting Ideologi. Please share...!
0 Komentar untuk "Definisi dan Arti Penting Ideologi"