Motivasi Menulis

Penggunaan Bahasa dan Dialek dalam Masyarakat

Penggunaan Bahasa dan Dialek dalam Masyarakat -  Kehidupan bermasyarakat tidak akan lepas dari peranan bahasa yang digunakan oleh anggota-anggotanya. Bahasa sendiri banyak ragamnya, terkait dengan bermacam-macam kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat. Indonesia adalah bangsa yang kaya. Kaya akan populasi penduduk, kaya sumber daya alam, juga kaya akan berbagai macam budaya daerah termasuk unsur bahasa di dalamnya. Setidaknya tercatat ada 400–700 lebih bahasa daerah di Indonesia. Hal ini baru bahasa daerah saja, belum memperhitungkan ragam dialek dan tingkatan bahasa.

penggunaan bahasan dan dialek dalam masyarakat

Secara resmi, bahasa Melayu ditetapkan sebagai bahasa pemersatu dan berganti nama menjadi bahasa Indonesia sejak Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928. Keputusan untuk menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu merupa kan langkah yang tepat bagi bangsa Indonesia. Hal tersebut diper kuat oleh pendapat dari Tim Lembaga Research Kebudayaan Masyarakat. Mereka menuliskan bahwa bahasa Indonesia merupakan alat komunikasi sosial yang digunakan dalam kontak singkat yang unsur-unsurnya diambil dari beberapa bahasa yang berlainan tata bahasa dan kosakatanya serta dibuat sesederhana mungkin.

Bahasa sebagai sarana dan prasarana pendukung budaya berkembang sejalan dengan perkembangan budaya bangsa pemiliknya. Hal tersebut mengandung pengertian bahwa perkem bangan bahasa sejalan pula dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Bahasa dapat digolongkan sebagai akar budaya bangsa karena berkaitan dengan pola pikir bangsa. Produk budaya tidak akan terwujud tanpa adanya bahasa yang menjadi sarana atau prasarana pendukungnya.

Bahasa merupakan simbol yang digunakan manusia dalam bermasyarakat dan berinteraksi. Kemampuan manusia berbahasa juga membedakan manusia itu sendiri dengan hewan karena kemampuan tersebut lahir dari hasil penalaran akal pikiran manusia. Hewan hanya memiliki insting atau naluri saja. Manusia memiliki akal pikiran yang melahirkan kebudayaan melalui bahasa. Bahasa yang ada di masyarakat dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu sebagai berikut.

1. Berdasarkan pemakaiannya
Bisa dilihat dari, untuk apa, dan siapa yang menggunakannya. Contohnya, ragam sastra yang digunakan oleh para sastrawan yang mengedepankan rasa estetika yang tinggi dan ragam militeryang digunakan oleh kalangan  militer yang sifatnya singkat dan tegas.

2. Tingkat keformalan
Tingkat keformalan bahasa terdiri atas beberapa macam, yaitu ragam baku, ragam resmi, ragam konsultatif, ragam santai, dan intimate (akrab).

Bahasa memiliki dua bentuk, yaitu bahasa tulis dan bahasa lisan. Bahasa tulis digunakan dengan menggunakan media tulisan. Adapun bahasa lisan menggunakan cara berkomunikasi langsung secara lisan. Biasanya, orang yang diajak berbahasa lisan berada di hadapannya.

Bahasa tulis menggunakan media tulis yang tidak terikat dengan ruang dan waktu sampai kepada sasaran secara visual. Kejelasan maksud kalimat, yaitu fungsi gramatikal, seperti subjek, predikat, dan objek serta hubungan di antara fungsi tersebut harus nyata. Pemilihan kata, pembentukan kata, dan pembuatan kalimat yang tidak cermat akan mengakibatkan nalar yang terkandung dalam kalimat terganggu. Penggunaan tanda-tanda baca juga harus diperhatikan untuk memberikan kemudahan si pembaca dalam menangkap bahasa dengan baik dan benar.

 Bahasa tulis sangat menunjang proses pewarisan kebudayaan.
Melalui bahasa tulis sebuah nilai budaya tersimpan lebih lama. Bahkan, beberapa peradaban yang mashur di dunia, seperti Babilonia, Mesir, Cina, dan Hindustan dapat dilacak dari peninggalan bahasa tulis mereka. Di Indonesia, beberapa suku bangsa telah mengenal tulisan yang banyak dipengaruhi oleh tulisan Palawa, Sanskerta, dan Arab. Beberapa di antaranya ialah Aksara Jawa, Aksara Sunda, Makassar, Ternate Tidore, dan Bali.

Bahasa lisan diungkapkan melalui media lisan, yang terikat dengan ruang dan waktu sehingga situasi pengungkapannya dapat membantu pemahaman. Bahasa lisan dalam perwujudannya sering dibantu dengan isyarat, mimik, gerak-gerik anggota tubuh, dan intonasi ucapan. Hal tersebut ditujukan untuk mendukung maksud kalimat-kalimat yang diucapkan. Walaupun kalimat yang diucapkan berupa kalimat-kalimat yang tidak sempurna, kemungkinan besar lawan bicara akan mudah memahami maksud dari kalimat yang diucapkan.

Secara terperinci, ciri-ciri dari bahasa lisan yaitu sebagai berikut.
1. Kalimatnya pendek-pendek.
2. Sering terputus-putus.
3. Sahut-menyahut berganti-ganti.
4. Lagu kalimat berbeda-beda menurut situasi.
5. Kadang-kadang dipergunakan dialog yang tidak akan di benarkan dalam uraian biasa.

Bahasa lisan sering berpadu dengan ragam dialek. Ragam dialek adalah ragam yang berkaitan dengan daerah pemakai bahasa. Penggunaan dialek dilakukan dalam suasana penggunaan bahasa tidak resmi atau santai. Bahasa lisan yang mengandung dialek dipakai dalam percakapan-percakapan yang tidak resmi, misalnya percakapan pada waktu istirahat, menonton pertandingan sepakbola, film, wayang, dan antaranggota keluarga di rumah. Dialek adalah varian-varian sebuah bahasa yang sama. Varian-varian ini berbeda satu sama lain, tetapi masih banyak menunjukkan kemiripan satu sama lain sehingga belum pantas disebut bahasa-bahasa yang berbeda.

Secara etimologis, istilah dialek berasal dari kata dialektos dalam bahasa Yunani. Padanannya dalam bahasa Indonesia adalah logat. Kata serapan logat pun bersumber dari bahasa Arab, yaitu lughah yang artinya denotasi bahasa.

Sebagai cabang subdisiplin linguistik terutama sosiolinguistik, dialektologi mengkaji variasi-variasi bahasa atau dialek-dialek terutama dialek geografi atau dialek regional yang bersendikan pada fonetik/fonemik atau fonologi beserta formologi (kosakata, kata leksikel atau leksem). Interdisiplin morfofonemik itu menghasilkan pembuatan atlas/peta dialek yang di dalamnya tercantum batasbatas wilayah dialek, yaitu isoglos-isoglos.

Metode penelitian dialektologi menggunakan:
  1. enquete dalam proses menghimpun data tertulis yang bersifat umum;
  2.  rekaman informan-informan yang berfungsi sebagai data lisan yang bersifat khusus;
  3. metode perbandingan pada kosakata sebagai interdisiplin dengan linguistik sejarah dan perbandingan.


Menurut pandangan sosiolinguistik, bermacam ragam atau variasi bahasa terdapat dalam masyarakat bahasa. Terapan dikotomi menghasilkan pembagian dialek sosial dan dialek geografis. Dialek sosial ditentukan oleh landasan status/kelas sosial, jabatan/profesi serta golongan para penuturnya. Sebaliknya, dialek geografis berdasarkan wilayah atau permukiman para penuturnya. Dialek geografi inilah yang sesungguhnya menjadi objek telaah dialektologi.

Dialek atau ujaran yang diucapkan oleh orang-orang dari pedalaman (rural speech) sebagai golongan bukan terpelajar. Dialek memiliki tipe arkais, sifat konservatif yang hampir tidak terdapat dalam bahasa baku. Padahal bahasa standar yang dijadikan bahasa nasional sesungguhnya dari dialek yang didukung oleh faktor kesusastraan, ekonomi, dan politik. Pandangan ortodoks itu mulai pudar dan tidak lagi menjadi rujukan.

Dialek dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu sebagai berikut.
  1. Dialek regional, yaitu dialek yang ciri-cirinya dibatasi oleh tempat, misalnya dialek Melayu Menado dan Banyumas.
  2. Dialek sosial, yaitu dialek yang dipakai oleh kelompok tertentu misalnya dialek yang digunakan oleh wanita Jepang.
  3. Dialek temporal, yaitu dialek dari bahasa-bahasa yang berbedabeda dari waktu ke waktu misalnya Melayu Kuno dan Melayu Klasik.
  4. Dialek tinggi, yaitu variasi sosial atau regional struktur bahasa yang diterima sebagai standar bahasa itu dan dianggap lebih tinggi.


Dialek berpadu dengan bahasa dalam percakapan-percakapan santai. Jenis dialek yang digunakan erat kaitannya dengan letak geografis daerah itu sendiri. Sebagai contoh, di Yogyakarta menggunakan bahasa Jawa dengan dialek Yogya. Adapun penduduk di Jawa Barat, dalam percakapan-percakapan santainya, mereka meng gunakan bahasa ibu yaitu bahasa Sunda dengan dialek Sunda Priangan atau Cianjuran. Dengan demikian, dialek kedaerahan digunakan masyarakat dalam keseharian terutama dalam percakapan-percakapan santai. Masyarakat yang sering menggunakan bahasa dan dialek daerah adalah kaum pedagang dan pembeli di pasar serta kalangan sekolah.

Keadaan yang berbeda akan dijumpai jika terjadi pertemuan antara orang Jawa dan orang Sunda. Mereka akan meng gunakan bahasa Indonesia dengan dialek daerah masing-masing. Dialek yang berbeda tidak akan menjadi kendala selama setiap daerah menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu.

Percakapan-percakapan santai antarsuku bangsa yang berbeda akan berbeda pula dalam bahasanya, umumnya terjadi di daerah perkotaan. Di daerah perkotaan terdapat masyarakat majemuk, yang berasal dari berbagai daerah yang berbeda-beda. Misalnya, di Jakarta yang menggunakan bahasa Melayu dengan dialek Melayu. Menurut Muhadjir, dialek Jakarta sendiri merupakan dialek Portugis yang kemudian diganti menjadi dialek Melayu. Bahasa Jakarta dengan dialek Melayu mengandung unsur-unsur Bali, Jawa, Sunda, Cina, Arab, Portugis, Belanda, dan Inggris.

Berdasarkan uraian tersebut, Jakarta sebagai tempat pertemuan berbagai suku bangsa yang memiliki beragam kebudayaan serta bahasa dan dialek, telah memberi sentuhan dalam dialek Jakarta. Perpaduan tersebut merupakan hal yang wajar karena umumnya, bahasa di Indonesia memiliki induk bahasa yang sama, yaitu Melayu. Namun, perpaduan ini juga memberi bentuk tersendiri dalam bahasa Melayu Jakarta.

Dialek Jakarta, sangat kentara dalam percakapan-percakapan santai para remaja Jakarta. Banyak istilah baru yang tidak biasa digunakan di perkenalkan oleh mereka. Contoh istilah-istilah tidak biasa tersebut di antaranya ada deh, nih ye, cewek (perempuan) atau cowok (laki-laki), lu (kamu), gue (saya), dan trendi. Ada pula istilah-istilah yang menghilangkan awalan me (N-) pada kata kerja bentuk meN (= nasal), seperti nonton, ngopi, ngapain, ngliatin, dan nabrak. Ada juga istilah-istilah yang dipakai oleh para remaja kadang-kadang tidak tahan lama dan hilang dari pemakaian, yaitu kata-kata seperti asoi,e ketemu lagi, lo kok tahu, doi (pacar), dan ga janji deh.

Bahasa selalu berkembang setiap waktu, seperti juga dalam bahasa Melayu Jakarta, terutama yang digunakan para remaja. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya istilah baru yang menggantikan istilahistilah lama. Istilah-istilah tersebut lazim disebut bahasa gaul. Bahasa gaul dianggap memiliki prestise tinggi karena banyak dipakai oleh kalangan selebritis. Akibatnya, orang-orang yang mampu berbahasa gaul menganggap diri modern. Misalnya, ember (memang), gilingan (gila), sindang (sini), cucok (cocok), dan akika (aku).

Bahasa Melayu Jakarta tidak hanya digunakan oleh anak-anak muda Jakarta, tetapi relatif diikuti oleh remaja di luar Jakarta. Kadang-kadang istilah-istilah tersebut dianggap bahasa orang yang sudah modern atau maju sehingga memberikan nilai kebanggaan ter sendiri. Oleh karena itu, daerah yang berbatasan langsung dengan daerah Jakarta, seperti Bogor, Bekasi, dan Tangerang, para remaja nya banyak yang mengadopsi kata-kata atau istilah-istilah dalam bahasa Jakarta dengan dialek Jakarta pula.

Tidak menutup kemungkinan penyebab bahasa Jakarta juga akan menyentuh daerah perdesaan. Hal tersebut didukung oleh semakin meningkatnya urbanisasi. Mereka yang pergi kemudian tinggal di kota bahkan memiliki mata pencarian di kota, ketika suatu saat kembali ke desa bahasa dan dialek Jakarta akan dibawa. Hal tersebut juga dipicu anggapan bahwa bahasa dan dialek Jakarta memiliki nilai kebanggaan yang tinggi.
Labels: antropologi

Thanks for reading Penggunaan Bahasa dan Dialek dalam Masyarakat. Please share...!

0 Komentar untuk "Penggunaan Bahasa dan Dialek dalam Masyarakat"

Back To Top